Hadiri rakor SPHP dan Pengendalian Inflasi Tahun 2024, Kepala BPS Sampaikan Andil konsumsi Komoditas Terbesar Provinsi Gorontalo.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo Mukhamad Mukhanif menjadi narsumber pada rapat koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan Pengendalian Inflasi Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, di Fox Hotel, Selasa (23/07/24).
Dalam rakor tersebut Kepala BPS Provinsi Gorontalo Mukhamad Mukhanif memaparkan perkembangan Inflasi di Provinsi Gorontalo diantaranya adalah mengenai andil komoditas terbesar di Provinsi Gorontalo.
Provinsi Gorontalo pada Juni 2024 mengalami inflasi Year on Year (y-on-y) sebesar 3,93 persen, month to month (m-to-m) sebesar -0,14 persen dan deflasi year to date (y-to-d) sebesar 0,54 persen.
Angka inflasi tahunan tersebut membuat Provinsi Gorontalo berada diurutan keempat tertinggi secara nasional yakni 3,93 persen. Sementara itu Kota Gorontalo mengalami inflasi Year on Year (y-on-y) sebesar 2,57 persen dan Kabupaten Gorontalo mengalami inflasi Year on Year (y-on-y) sebesar 5,09 persen.
Kepala BPS Provinsi Gorontalo Mukhamad Mukhanif menjelaskan inflais bulan juni 2024 (YoY) diwarnai dengan naiknya indeks pada beberapa kelompok pengeluaran, utamanya kelompok makanan, minuman dengan komoditas penyumbang tertinggi adalah beras.
Lebih lanjut disampaikan bahwa inflasi juga dipengaruhi oleh pola konsumsi. Seperti halnya konsumsi beras yang menyebabkan tingginya demand.
“Kalau kita cermati data pangsa pengeluaaran pangan per-kapita sebulan konsumsi oleh masyarakat Gorontalo pengeluaran sebulan beras itu Rp. 81.965 per-kekapita/bulan. Lebih tinggi dibandingkan nasional yang pengeluaran beras nya rata-rata hanya Rp 75.262 “, ungkap Mukhamad Mukhanif.
Komoditas yang juga sering memicu inflasi adalah cabai rawit. Dari Susenas 2023 konsumsi cabe rawit masyarakat Gorontalo tertinggi secara nasional yakni sebesar 0,34 kg perkapita perbulan.
Mukhanif memberikan penjelasan bahwa untuk Inflasi Bulanan Provinsi Gorontalo lebih fluktuatif dibandingkan inflasi bulanan nasional. Hal itu karena beberapa komoditi memiliki sensitivitas untuk volatilitasi inflasi.
Pada tingkat Provinsi, Kab. Gorontalo justru lebih fluktuatif dibanding dengan kota Gorontalo. Namun Kab. Gorontalo diharapkan perlu upaya lebih keras untuk mengendalikan harga, pada komoditas yang sama dan level harga yang sama.
Terkait pola konsumsi pangan Mukhanif memberikan masukan perlunya identifikasi konsumsi komoditas yang tidak ideal.
“Coba kita melihat konsumsi telur dan juga daging sapi. Gorontalo termasuk konsumsi telur terendah di Indonesia padahal stock cukup. Dalam sebulan pengeluaran masyarakat gorontalo untuk mengkonsumsi telur Rp. 9.653/ perbulan. Kalau di konversikan ke butir itu 1 bulan satu orang, 4,7 butir per bulan. Konsumsi daging sapi juga sangat rendah padahal sapi murah”, jelas mukhanif.
Fakta lain dari data pola konsumsi adalah makin berkurangnya konsumsi nasi jagung dan beralih mnjadi meningkatnya konsumsi beras.
"Ini justru kontra diversifikasi, padahal masyarakat Gorontalo mempunyai budaya konsumsi jagung sebagai campuran makanan pokok" imbuhnya.